Saat senja berbagi kisah menjelang malam, aku terdiam memandang kuasa tuhan. Indah, mempesona dan menakjubkan. Tiba-tiba suara ibu mengagetkanku.
“nadaaa kamu dimana nak?”
“di kamar bu, ada apa?”
“cepat ambil air wudlu nak dan ke masjid!!!”
Dengan segera aku menjawab perkataan ibu..
“baik buu..”
“nadaaa kamu dimana nak?”
“di kamar bu, ada apa?”
“cepat ambil air wudlu nak dan ke masjid!!!”
Dengan segera aku menjawab perkataan ibu..
“baik buu..”
Sebelumnya perkenalkan namaku “qatru nada” dan teman-teman biasa memanggilku nada, dan menurut bahasa arab namaku memiliki arti “tetesan embun” cantik bukan… Hehehe
Mungkin ibuku berharap aku seperti tetesan embun di pagi hari yang menjadi pertanda bahwa harapan pagi muncul dan dapat menyejukkan setiap harinya.
Mungkin ibuku berharap aku seperti tetesan embun di pagi hari yang menjadi pertanda bahwa harapan pagi muncul dan dapat menyejukkan setiap harinya.
Aku sekolah di sekolahan islam di daerahku, dan ini adalah kisah yang ingin aku ceritakan, aku hanya gadis sederhana yang tak begitu senang dengan keramaian, senang menyendiri dan menulis. Namun bukan berarti aku tidak memiliki teman, aku cukup dikenal di sekolah karena aku sering menggoreskan kata-kata pada mading sekolah, dan event-event yang berbau sastra di sekolah.. Hehehe dan dua sahabatku yang selalu menemani hari-hariku di sekolah adalah cici dan rara, kita bersahabat dari pertama kali masuk sekolah dan kini aku, cici dan rara sudah kelas dua dan aku bahagia mengenal mereka, terkadang banyak kata-kata yang sering aku ukir di buku dairyku tentang kisah kita bertiga.
“nadaaa naadaaa..”
Seperti ada yang memangilku, dan suara itu semakin dekat ternyata cici dan rara yang menungguku di gerbang sekolah,
“adaa apa ci, ra?”
Cici menjawab “ini nih ada yang mau kenalan sama kamu”
“siapa ci?”
“Ini nih aby”,
“Haii…” Lelaki itu menjulurkan tangannya lalu aku menjawabnya.
“Assalamu’alaikum”.
Entah kata-kataku mengagetkannya hingga perlahan aby menundukkan kepalanya yang berada di hadapanku.
Hingga terdengar suara “waa’alaikumsalam”
Maaf, bolehkah aku menjadi temanmu, dengan spontan aku menjawab “silahkan akhi”, dari perkenalan pagi itu kini aku semakin dekat dengan aby, ternyata dia anak yang baik, sopan dan menyenangkan.
Seperti ada yang memangilku, dan suara itu semakin dekat ternyata cici dan rara yang menungguku di gerbang sekolah,
“adaa apa ci, ra?”
Cici menjawab “ini nih ada yang mau kenalan sama kamu”
“siapa ci?”
“Ini nih aby”,
“Haii…” Lelaki itu menjulurkan tangannya lalu aku menjawabnya.
“Assalamu’alaikum”.
Entah kata-kataku mengagetkannya hingga perlahan aby menundukkan kepalanya yang berada di hadapanku.
Hingga terdengar suara “waa’alaikumsalam”
Maaf, bolehkah aku menjadi temanmu, dengan spontan aku menjawab “silahkan akhi”, dari perkenalan pagi itu kini aku semakin dekat dengan aby, ternyata dia anak yang baik, sopan dan menyenangkan.
Sampai suatu hari aby menjemputku di sekolah.
“assalamu’alaikum nada”
“wa’alaikumsalam akhi”
“A a akuuu hanya ingin memberikan ini”(sambil menyodorkan amplop merah jambu padaku
“apa ini akhi?”
Aby menjawab “iiituu…” Lalu bergegas mengayuh sepedanya dan mengucapkan “wasalamu’alaikum nada”
Aku masih bingung dengan sikapnya itu, sambil melihatnya berlalu.
“wa’alaikumsalam akhi”
“A a akuuu hanya ingin memberikan ini”(sambil menyodorkan amplop merah jambu padaku
“apa ini akhi?”
Aby menjawab “iiituu…” Lalu bergegas mengayuh sepedanya dan mengucapkan “wasalamu’alaikum nada”
Aku masih bingung dengan sikapnya itu, sambil melihatnya berlalu.
Lalu aku bergegas pulang ke rumah dengan mengayuh sepeda kesayanganku, setibanya di rumah aku bergegas ke ruang favoritku yaitu kamar mungilku yang penuh dengan lembaran-lembaran puisi di dindingnya.
“huufttt kenapa sikap aby aneh ya” sambil membuka surat yang diberikan aby tadi.
Suratnya berisi seperti ini:
“huufttt kenapa sikap aby aneh ya” sambil membuka surat yang diberikan aby tadi.
Suratnya berisi seperti ini:
Assalamu’alaikum nada, maaf jika sikapku akhir-akhir ini berubah bukan karena aku membencimu, bukaaan.. Namun aku yang terlalu sering memikirkanmu dan aku takut jika perasaan ini salah dan kamu membenciku, dan menjauhiku.
Jujur nada.. Kamulah satu-satunya perempuan yang mengajariku banyak hal setelah ibu dan ayahku, kamulah sinar yang membuat hidupku yang gelap memiliki warna, setelah mengenalmu aku mulai belajar sholat, membaca al-qur’an, dan aku mengenal cinta saat kamu ada di hidupku, namun aku ingin mencintaimu dengan izin allah, namun setelah aku pelajari ternyata dalam islam hanya ada ta’aruf dan menikah, aku tak ingin melakukan hal yang salah padamu dengan cinta yang bukan karena allah, karena aku terlalu sering melakukan banyak dosa, banyak kesalahan pada rabbku. Jika esok aku telah memiliki keberaniaan dan telah meluruskan niatku aku ingin kau menjadi perempuan pertama yang berta’aruf denganku dan menjadi bidadari dunia akhiratku nada,
“jika engkau secantik ini, bagaimana dengan penciptamu yang lebih cantik darimu, Jika aku mencintaimu bukankah aku harus lebih mencintai rabbmu..”
Dan aku ingin menjadi aby yang lebih baik dari hari ini, untuk itu nada, ini adalah surat perpisahanku. Aku ingin menuntut ilmu di pulau jawa sana, dan lebih mendekatkan diri dengan rabbku, yang mempertemukan aku pada perempuan yang sungguh indah di mataku, jaga dirimu baik-baik ya ukhty, Aku berjanji suatu saat nanti aku akan menemuimu lagi, jika allah mengizinkan pertemuan kita.
Wassalamu’alaikum
Aby
Aby
Aku hanya dapat terdiam dan bertanya-tanya pada diriku sendiri, dengan tetesan air mata yang mengalir deras di pipiku, “ya rabb ternyata aku masih menemui seseorang yang baik, yang bersedia menunggu izin darimu untuk bersanding denganku suatu saat nanti, aku berharap engkau mengizinkan pertemuanku kembali denganya ya rabb..”
Cerpen Karangan: Zhefana Dewis
Facebook: Zhelfiana Dewi
lewat kata-kata jarak terasa tak bermakna dan lewat tulisan kamu mengenalku :)
Facebook: Zhelfiana Dewi
lewat kata-kata jarak terasa tak bermakna dan lewat tulisan kamu mengenalku :)
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar