Kamis, 01 Januari 2015

Cinta, Air Mata dan Sepertiga Malam Terakhir

Ini adalah sebuah tulisan dari pengalaman saya baru baru ini yang mungkin bisa menginspirasi dan menjadikan pelajaran bagi anda.
Hitam putih kehidupan sudah saya rasakan selama 25 tahun sejak saya lahir. Dari mulai menegak miras hingga aktif menjadi pemuda masjid. Labil itulah jiwa muda saya, terkadang khusu di sebuah masjid terkadang menjadi jagoan di atas panggung membawakan musik keras. Namun ada satu hal yang berbeda, saya adalah orang yang kadang mengunjungi masjid di sepertiga malam terakhir untuk share kehidupan saya, dosa saya, dan impian saya kepada Allah. Hingga akhirnya saya belajar apa itu “Cinta”.
Saya sudah mengembara dari satu cinta ke cinta yang lain. Namun sampailah saya mengalami titik jenuh dan saya putuskan dalam hati, “Ini pacar terakhir akan saya nikahi wanita ini”. Awal kisah ketika saya melihat seorang wanita yang membuat saya “ngefans” denganya. Sebut saja Veve, dialah adik kelas saya namun umurnya lebih tua dari pada saya di kampus. Saking ngefansnya saya sering mencuri mendownload fotonya di facebook hingga mencari kepribadian dan kabar terkini tentangnya. Di dalam iktikaf selalu ada doa untuknya, “ya Allah, dekatkanlah kami. saya akan buatnya bahagia dan menikahinya” air mata menetes dini hari kala itu.
Hei, ternyata doa itu dikabulkan oleh Allah. Beberapa hari menjelang wisuda kami didekatkan, walau harus menanggalkan cita cita saya saat itu bekerja di luar negeri tak jadi masalah karena saya lebih memilih veve untuk masa depan saya. Saya memang sudah taken kontrak dengan sebuah perusahaan production di Malaysia namun saya akhirnya mencancel kontrak tersebut karena saya memilih membantu Veve menyelesaikan skripsinya. Ya, saya mengerjakan skripsi veve dan disitulah kami dekat dan akhirnya kami jadian.
Singkat cerita hubungan kami semakin dekat susah senang kami lewati bersama. Kami sama sama belajar memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik lagi. Hingga akhirnya kami sepakat dan berjanji untuk menikah. Menikah jika belum bekerja tentu sangat beresiko, dan kami pun rasakan sulitnya mencari kerja di Indonesia ini. Dari kota ke kota kami sambangi untuk mengejar impian kami. Saya bercita cita bekerja di perusahaan property dan Veve bekerja di Bank. Saya akhirnya mendapat kerja di Jogja untuk perusahaan kecantikan dan veve belum dapat kerja. Untuk motivasi veve yang mulai deperesi saya menjanjikan veve jika dia diterima kerja di jogja maka rekening gaji saya untuk veve. Selain itu saya kembali berdoa agar veve dapat bekerja di Bank sesuai cita citanya, air mata itu kembali menetes di dalam doa.
Tak sangka veve akhirnya diterima di sebuah Bank BUMN di Jogja. Namun kaget masuk dunia kerja di perusahaan besar pula membuat Veve down. Hampir setiap hari air mata Veve mengalir di pundak saya karena suasana kerja yang memang keras. Melihatnya menangis hati saya kembali bertekad “kamu harus buat dia bahagia”. Akhirnya sebisa saya memberi motivasi untuk Veve, dari mulai shoping, kuliner, jalan jalan, memberi nasehat seadanya, mijitin jika dia cape, apa yang Veve minta sebisa mungkin saya tepati apapun keadaanya yang penting veve bisa senang agar kuat menghadapi hari hari kerjanya. Seiring berjalanya waktu Veve mulai bangkit dan terbiasa, hemm gaji saya waktu itu jauh di bawah gaji veve. Tapi tekad untuk membuatnya bahagia sudah tertancap dalam hati saya hingga saya akhirnya di kabulkan cita citanya bekerja di sebuah property hotel di Jogja yang gajinya lumayan besar.
Akhirnya kami bisa menabung untuk masa depan, bisa tamasya ke luar kota berdua, dan lain lain. Walaupun saya harus bekerja extra di malam hari ketika dia tidur saya masih di depan komputer menggores gambar untuk usaha kecil saya tak jadi masalah inilah usaha saya untuk menjadi suami yang baik. Saya kadang berbohong untuknya ketika veve bertanya ada uang gak? Saya sering mengatakan ada, walaupun sebenarnya tidak ada. Ini saya lakukan agar dia mendapat jatah lebih banyak dari pada saya, cukuplah saya makan dengan nasi emping dan air putih asalkan veve tetap bahagia. Saya iklas melakukan ini semua untuk membuatnya bahagia dan nyaman dengan saya. Hubungan kami juga sudah sangat jauh, Ibu dan ayah saya sudah menganggap veve sebagai anaknya sendiri.
2 tahun kami saling menyanyangi hingga tiba tiba tidak ada masalah apa apa dia berubah, akhir desember ia kembali suka nongkrong dan bahkan tidak mau bertemu dengan saya lagi. Mirisnya ketika saya jelaskan kalau saya telah diberhentikan dari perusahaan, dia tak bergeming sedikitpun untuk sekedar menjumpai saya. Karena terus saya desak akhirnya kami bertemu dan Veve berkata jujur jika dia telah memikiki cinta yang baru dengan pria lain. Hancur perasaan saya wanita yang paling saya cintai dengan perjuangannya, tega melakukan ini di saat dimana saya kehilangan pekerjaan saya bahkan dia enggan mengenal saya lagi
Air mata ini akhirnya kembali tumpah luar biasa di hadapan Allah. Ternyata Allah sangat menyayangi saya, karena memang saya sering lupa Allah saat bersamanya. Saya lebih sibuk membuatnya bahagia dari pada mengunjungi Allah yang memberikan cintaNya untuk saya. Allah mengembalikan saya kejalan taqwa yang sesungguhnya. Luka yang dalam di hati ini menjadi pengingat bahwa Allah adalah segala galanya. Perjuangan keras anda tak ada artinya untuk seorang manusia. Namun perjuangan keras karena Allah akan membuat anda mendapat lebih dari apa yang anda perjuangkan. Kini saya tidak akan dendam atau marah terhadap Veve, belajar untuk iklas dan tetap berdoa untuknya di sepertiga malam terakhir. Semoga Allah memberikan saya pekerjaan yang lebih baik dan mendekatkan kami lagi di sebuah kondisi dimana kami istiqomah di jalan taqwa dan kami akan bersama duduk di sepertiga malam terakhir untuk anak kami nanti. Itulah cita cita saya sejak dulu di sepertiga malam terakhir.
Cerpen Karangan: Helmy Nawan
Blog: helmynawan.blogspot.com
REFERENIS :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar