“Rafkiii…!! Bangun..!! sudah jam berapa ini?!”
“Hooammmhh… Bukannya ini hari Minggu Ma…?”
“Kan hari ini kamu mau study tour ke Bogor…”
“O, iya!!! Aku lupa!! Aku mau mandi dulu Ma..!” Rafki buru-buru bangun, tanpa peduli dengan seprainya yang berantakan, dan langsung menyambar handuk di atas tempat tidur menuju kamar mandi.
“Hooammmhh… Bukannya ini hari Minggu Ma…?”
“Kan hari ini kamu mau study tour ke Bogor…”
“O, iya!!! Aku lupa!! Aku mau mandi dulu Ma..!” Rafki buru-buru bangun, tanpa peduli dengan seprainya yang berantakan, dan langsung menyambar handuk di atas tempat tidur menuju kamar mandi.
Setelah mandi buru-buru ia memilih baju yang akan dikenakannya, termasuk membawa banyak bekal. Dan tanpa sarapan ia langsung melesat lari menuju sekolahnya. Ibu Rafki cuma geleng-geleng melihat kelakuan anak bungsunya itu.
Sampai sekolah, dia bergegas mencari tempat duduk di dalam bus. Dicarinya Chika di dalam bus itu, tapi tidak ada. Bahkan anak-anak yang berada di dalam bus itu sepertinya juga bukan teman-teman sekelasnya. Dengan bingung Rafki akhirnya bertanya pada salah satu guru yang dikenalnya.
Rupanya Rafki ketinggalan bis. Yang dinaikinya adalah bis anak-anak kelas lima. Sedang bis yang seharusnya dinaiki Rafki sudah lama meninggalkan sekolah. Dan itu berarti selama perjalanan Rafki tak bisa bersenang-senang, karena tidak satu pun anak yang dikenalnya.
Sekarang Rafki duduk bersama seorang anak kelas lima yang bernama Arvin. Ia seperti tidak pernah bicara, sepanjang perjalanan ia terus melihat jendela. Rafki yang sudah bete gara-gara ketinggalan bis, jadi tambah bete karena enggak bisa menikmati perjalanan. Ah, coba kalo tadi aku enggak bangun kesiangan, pikir Rafki, pasti aku bakal seneng-seneng ngobrol bareng Chika sama Bona. Karena bosen diam terus, ia pun akhirnya tertidur.
Ketika terbangun, ia melihat bis yang sepertinya rombongan classmets-nya, berhenti tepat di depan bis yang ditumpangi Rafki sekarang. Rupanya mereka sudah sampai di sebuah tempat wisata. Rafki yang sudah tidak sabar ingin berkumpul dengan teman-temannya lagi, langsung menyerobot antrian anak-anak kelas lima yang bergantian keluar bis.
Ketika turun, beruntung Rafki melihat Bona yang juga kebingungan dengan rombongannya. Segera Rafki menepuk pundak anak berkacamata itu.
“Hai, Bonai! Akhirnya ketemu juga! Mana Chika dan anak-anak kelas kita?” mengedarkan pandangannya ke segala penjuru tempat itu.
“Chika sih, lagi ke kamar mandi. Kalo anak-anak lain nggak tau kemana. Eh, kamu tadi naik bis yang mana, kok nggak keliatan?”
“Oohh, tadi aku kesiangan, jadi ikut bisnya anak kelas lima. Disana aku enggak bisa ngobrol, abis enggak ada yang aku kenal, sih. Disana tadi gimana, seru banget, ya?” cerocos Rafki mengikuti Bona berjalan di sekitar taman itu.
Chika baru keluar kamar mandi wanita ketika Rafki dan Bona melintas. Chika terkejut melihat Rafki tiba-tiba disitu.
“Kamu dari mana aja, kok tau-tau disini, emang kamu naik apaan?” sambil merapikan rambutnya yang panjang sebahu.
“Tadi ikut bis anak kelas lima,” jawabnya pendek.
“Eh, kesana yuk! Dipanggil Pak Remon, tuh,” tunjuk Bona ke arah Pak Remon melambai-melambai meminta anak-anak berkumpul. Dan mereka bertiga segera berjalan ke arah Pak Remon.
Ketika turun, beruntung Rafki melihat Bona yang juga kebingungan dengan rombongannya. Segera Rafki menepuk pundak anak berkacamata itu.
“Hai, Bonai! Akhirnya ketemu juga! Mana Chika dan anak-anak kelas kita?” mengedarkan pandangannya ke segala penjuru tempat itu.
“Chika sih, lagi ke kamar mandi. Kalo anak-anak lain nggak tau kemana. Eh, kamu tadi naik bis yang mana, kok nggak keliatan?”
“Oohh, tadi aku kesiangan, jadi ikut bisnya anak kelas lima. Disana aku enggak bisa ngobrol, abis enggak ada yang aku kenal, sih. Disana tadi gimana, seru banget, ya?” cerocos Rafki mengikuti Bona berjalan di sekitar taman itu.
Chika baru keluar kamar mandi wanita ketika Rafki dan Bona melintas. Chika terkejut melihat Rafki tiba-tiba disitu.
“Kamu dari mana aja, kok tau-tau disini, emang kamu naik apaan?” sambil merapikan rambutnya yang panjang sebahu.
“Tadi ikut bis anak kelas lima,” jawabnya pendek.
“Eh, kesana yuk! Dipanggil Pak Remon, tuh,” tunjuk Bona ke arah Pak Remon melambai-melambai meminta anak-anak berkumpul. Dan mereka bertiga segera berjalan ke arah Pak Remon.
—
“Semuanya boleh jalan-jalan di sekitar taman wisata ini, tapi ada tugas dari saya, yaitu catat nama-nama pohon apa saja yang ada di sini, minimal 50 pohon…”
“Apaaa…!!!” Kontan semua anak berteriak, kalo minimal 50, gimana maksimalnya?
“Kalian cari mulai dari tempat kita berkumpul ini, jangan ada yang pisah-pisah sama temannya ya, karena nanti ada yang tersesat bisa bingung semua, mengerti semuanya?!” Pak Remon memberi instruksi.
“Apaaa…!!!” Kontan semua anak berteriak, kalo minimal 50, gimana maksimalnya?
“Kalian cari mulai dari tempat kita berkumpul ini, jangan ada yang pisah-pisah sama temannya ya, karena nanti ada yang tersesat bisa bingung semua, mengerti semuanya?!” Pak Remon memberi instruksi.
Dan semuanya sudah mulai mencari-cari, bertanya, menebak-nebak, ada juga yang bukannya mengerjakan tugas, malah asik makan-makan di bawah pohon.
Sementara itu Bona, Rafki, dan Chika juga asik ngobrol sama tukang kebun di sana. Maksudnya nanya-nanya gitu. Kalau capek, ya, ngadem deh di bawah pohon. Abis, matahari tuh nggak henti-hentinya menyinari bumi dengan teriknya, sampe tanaman juga ada yang gosong lho.
Sementara itu Bona, Rafki, dan Chika juga asik ngobrol sama tukang kebun di sana. Maksudnya nanya-nanya gitu. Kalau capek, ya, ngadem deh di bawah pohon. Abis, matahari tuh nggak henti-hentinya menyinari bumi dengan teriknya, sampe tanaman juga ada yang gosong lho.
Rurin dan temannya Dandy sudah mengumpulkan lebih dari 30 jenis pohon. Karena itu, mereka merupakan sasaran empuk para pencontek, seperti Firri cs. Mereka nih, udah kenyang makan, tugas nyontek, dan pemalakan juga dilakukan pada Rurin dan Dandy.
Tanya sana-sini udah, tapi yang kekumpul baru 25-an. Itu berarti baru setengahnya buat dapetin nilai minimal. Cagalli pusing sama tugas yang ini, kakinya udah pegel, belum kelar juga. Rurin dan Dandy tiba-tiba berlarian menuju Rafki cs. sambil terengah-engah.
“Kenapa, Rin? Kok, panik gitu sih?” Tanya Bona pada teman sebangkunya itu sambil keheranan.
“Kita berdua mau minta perlindungan dari kamu sama temen-temen kamu ini..”
“Mau minta apaan?”
“Gini, jadi tadi kita tuh dipalakin sama Firri cs. terus tugas kita dicontek semua sama mereka…” Dandy nyeritain keadaan mereka sekarang.
“Kan kita tau, mereka itu takut sama Rafki, jadi kita mau minta perlindungan…”
Rafki yang dari tadi selonjoran di bawah pohon, akhirnya memalingkan pandangannya pada Rurin, karena merasa yang dimaksud Rurin itu dirinya.
“E, enggak, nggak usah. Percuma ngomong sama mereka,” kata Rurin tergagap, takut dimarahi Rafki.
“Kenapa, Rin? Kok, panik gitu sih?” Tanya Bona pada teman sebangkunya itu sambil keheranan.
“Kita berdua mau minta perlindungan dari kamu sama temen-temen kamu ini..”
“Mau minta apaan?”
“Gini, jadi tadi kita tuh dipalakin sama Firri cs. terus tugas kita dicontek semua sama mereka…” Dandy nyeritain keadaan mereka sekarang.
“Kan kita tau, mereka itu takut sama Rafki, jadi kita mau minta perlindungan…”
Rafki yang dari tadi selonjoran di bawah pohon, akhirnya memalingkan pandangannya pada Rurin, karena merasa yang dimaksud Rurin itu dirinya.
“E, enggak, nggak usah. Percuma ngomong sama mereka,” kata Rurin tergagap, takut dimarahi Rafki.
“Ooh, ya udah berarti urusanku selesai, kan? Ayo, cari pohon lagi…” Rafki mengajak Bona dan Chika. Sementara yang diajak cuma melongo, kok bisa menganggap enteng masalah kayak gitu.
“Boleh nggak kita ikut sama kalian?” Tanya Rurin sebelum Rafki cs. pergi.
“Boleh aja. Ayo ikut…” dengan enteng Rafki menjawab keseriusan Rurin.
“Beneran nih..?” Tanya Rurin lagi.
“Atau mau ikut sama Firri cs.?” Killua memberi penawaran.
“Ya engga lah orang kayak gitu, capee deh…!!” Jawab Rurin dan Dandy kompak.
“Boleh nggak kita ikut sama kalian?” Tanya Rurin sebelum Rafki cs. pergi.
“Boleh aja. Ayo ikut…” dengan enteng Rafki menjawab keseriusan Rurin.
“Beneran nih..?” Tanya Rurin lagi.
“Atau mau ikut sama Firri cs.?” Killua memberi penawaran.
“Ya engga lah orang kayak gitu, capee deh…!!” Jawab Rurin dan Dandy kompak.
Akhirnya Killua bisa mendapat teman baru lagi, tapi kali ini orangnya baik-baik. Enggak seperti Firri dan lainnya, teman-teman Rafki dulu. Bahkan baru lima menit kerjasama dengan Rurin dan Dandy, Rafki sudah sangat akrab dengan mereka. Padahal sebelumnya nggak pernah Rafki main sama mereka, apalagi menyapa. Hal itu membuat Chika diam-diam mulai menyadari betapa hebatnya teman kecilnya itu. Andai semua orang seperti dia.
Melihat Chika yang melamun, membuat Bona ingin mengejutkan Chika. Diam-diam Bona berjalan di belakang Chika dan…
“Ada apa Bon?” Chika tiba-tiba menoleh pada Bona, yang saat itu Bona juga kaget, mau ngagetin malah ketahuan.
“Ooh, eehh… ini mau nanya udah dapet berapa…?” jawab Bona sekenanya, bingung.
“31. Kan tadi kita sama-sama udah nulis segitu, emang kamu udah dapet lagi?”
“Eeehh… belum” Bona gelagapan menjawab.
“Bona..! Chika..! Ayo kita cari lagi..!” terdengar suara Dandy memanggil.
“Iya… tungguin aku!” jawab Chika kemudian menyusul Dandy.
Melihat Chika yang melamun, membuat Bona ingin mengejutkan Chika. Diam-diam Bona berjalan di belakang Chika dan…
“Ada apa Bon?” Chika tiba-tiba menoleh pada Bona, yang saat itu Bona juga kaget, mau ngagetin malah ketahuan.
“Ooh, eehh… ini mau nanya udah dapet berapa…?” jawab Bona sekenanya, bingung.
“31. Kan tadi kita sama-sama udah nulis segitu, emang kamu udah dapet lagi?”
“Eeehh… belum” Bona gelagapan menjawab.
“Bona..! Chika..! Ayo kita cari lagi..!” terdengar suara Dandy memanggil.
“Iya… tungguin aku!” jawab Chika kemudian menyusul Dandy.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Setelah seluruh anak kelas 1, 2, dan 3 berkumpul, acara makan siang pun dimulai. Matahari gak henti-hentinya menyinari bumi siang itu, bahkan telor aja bisa mateng kalo ditaruh disana. (Yang ini cuma bercanda)
Firri cs. lahap banget memakan nasi pemberian dari guru tadi. Sampe-sampe Ditty, anak paling gendut bin rakus di geng itu, abis 3 kardus nasi, malah sekardus-kardusnya juga diabisin.
Rafki cs. sih, lagi santai di bawah pohon. Perut udah kenyang makan barusan, tinggal ngapain lagi ya? Pikir Rafki sambil merebahkan tubuhnya di hamparan rumput.
“Rafki, kita jalan kesana yuk!” ajak Chika sambil menunjuk ke arah Rurin, Bona dan Dandy, yang sudah melambaikan tangan pada Rafki.
“Hmm… boleh juga”
Rafki segera berdiri dan menyusul Chika yang sudah lari duluan.
“Ki, main kejar-kejaran, yuk!” ajak Chika pada Rafki yang masih rada-rada bengong liat teman-temannya jadi kayak anak kecil disana, pada lari-larian.
“Eh…” Pikirannya melayang, teringat pada waktu ia kecil.
Dulu, sewaktu baru pindah ke kota Subur, ia belum punya teman, walau sebenarnya dia punya bakat bergaul dengan orang baru. Maka saat itu dia pergi ke taman kota itu, sambil menyapa teman-teman baru yang ia lihat. Tapi semuanya tidak ada yang peduli pada Rafki. Itu membuat Rafki sedih.
Kemudian ia melihat ada seorang anak perempuan yang berlari-lari sendirian, seolah-seolah ada yang sedang mengejarnya. Mungkin ia kesepian, pikir Rafki yang segera menghampiri anak itu, dan mengajaknya bermain.
Beruntung anak itu mau bermain dengan Rafki. Mereka berdua pun menghabiskan waktu dengan bermain kejar-kejaran. Mulai saat itu mereka selalu bermain bersama, dan permainan favorit mereka adalah… kejar-kejaran… sampai sekarang.
“Hallooo… kok bengong aja sih…” Chika melambai-lambaikan tangannya di depan wajah.
“Eh… I, iya, kenapa..?”
“Kok kenapa? Pasti kamu inget waktu kita masih kecil, ya…”
“Ah, enggak…”
“Masa? Itu kan, permainan kenangan kita waktu masih kecil. Ayo, mau main gak?” Chika mengulurkan tangannya.
Dengan tampangnya yang cuek, ia menepis lengan Chika.
“Aku masih bisa jalan sendiri kok, gak usah dituntun” ucapnya sambil berlalu. Tapi sebenarnya Chika yakin, Rafki masih ingat kenangan mereka waktu kecil.
Cagalli cuma bisa geleng-geleng kepala. Padahal senang, kok ditutup-tutupin, pikirnya sambil menyusul anak-anak lain yang sedang bermain.
“Rafki, kita jalan kesana yuk!” ajak Chika sambil menunjuk ke arah Rurin, Bona dan Dandy, yang sudah melambaikan tangan pada Rafki.
“Hmm… boleh juga”
Rafki segera berdiri dan menyusul Chika yang sudah lari duluan.
“Ki, main kejar-kejaran, yuk!” ajak Chika pada Rafki yang masih rada-rada bengong liat teman-temannya jadi kayak anak kecil disana, pada lari-larian.
“Eh…” Pikirannya melayang, teringat pada waktu ia kecil.
Dulu, sewaktu baru pindah ke kota Subur, ia belum punya teman, walau sebenarnya dia punya bakat bergaul dengan orang baru. Maka saat itu dia pergi ke taman kota itu, sambil menyapa teman-teman baru yang ia lihat. Tapi semuanya tidak ada yang peduli pada Rafki. Itu membuat Rafki sedih.
Kemudian ia melihat ada seorang anak perempuan yang berlari-lari sendirian, seolah-seolah ada yang sedang mengejarnya. Mungkin ia kesepian, pikir Rafki yang segera menghampiri anak itu, dan mengajaknya bermain.
Beruntung anak itu mau bermain dengan Rafki. Mereka berdua pun menghabiskan waktu dengan bermain kejar-kejaran. Mulai saat itu mereka selalu bermain bersama, dan permainan favorit mereka adalah… kejar-kejaran… sampai sekarang.
“Hallooo… kok bengong aja sih…” Chika melambai-lambaikan tangannya di depan wajah.
“Eh… I, iya, kenapa..?”
“Kok kenapa? Pasti kamu inget waktu kita masih kecil, ya…”
“Ah, enggak…”
“Masa? Itu kan, permainan kenangan kita waktu masih kecil. Ayo, mau main gak?” Chika mengulurkan tangannya.
Dengan tampangnya yang cuek, ia menepis lengan Chika.
“Aku masih bisa jalan sendiri kok, gak usah dituntun” ucapnya sambil berlalu. Tapi sebenarnya Chika yakin, Rafki masih ingat kenangan mereka waktu kecil.
Cagalli cuma bisa geleng-geleng kepala. Padahal senang, kok ditutup-tutupin, pikirnya sambil menyusul anak-anak lain yang sedang bermain.
Jam menunjukkan pukul 5 sore. Setelah jalan-jalan dan membeli oleh-oleh, rombongan SD Subur Jaya itu segera meninggalkan lokasi study tour mereka dan menuju ke sekolah mereka.